08

Mei

Rintihan Terakhir Kali Surabaya The Silent River

Surabaya – Wisma Jerman di Jalan Taman AIS Nasution, nomor 15, Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng, Surabaya, menjadi saksi acara penting bertajuk “Rintihan Terakhir Kali Surabaya, The Silent River”.

 

Acara ini diselenggarakan 2 hari, Kamis (24/04) dan Jumat (25/04) oleh Ecoton dalam rangka “Mengenang 50 Tahun Tragedi Kematian Ikan Massal di Kali Surabaya” yang berkolaborasi dengan Aliansi Komunitas Penyelamat Bantaran Sungai dan beberapa mahasiswa dari Surabaya dan sekitarnya, salah satunya mahasiswa Ilmu Komunikasi dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, menghadirkan pameran dan diskusi publik yang dihadiri oleh DLH Kota Surabaya, Srifatunningsih, S.T. selaku ketua tim kerja pemantauan dan pengendalian lingkungan hidup, Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan (OP), Balai Besar Wilayah Sungai, Musdiyanto Muhti S.T., M.T., Direktur Operasi PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, Nanang Widyatmoko, S.T., Kepala Sub Divisi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Brantas 3, Teguh Bayu Aji. Selain itu juga menghadirkan pemutaran film dokumenter yang mengangkat kisah dan suara sungai yang terabaikan.

 

Menurut Prigi Arisandi, M. Si, selaku Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), pencemaran Kali Surabaya sudah memasuki tahap darurat. “Sungai ini menjerit, limbah domestik dan industri masuk setiap hari, sementara upaya pemulihan belum sebanding dengan kerusakannya,” ujarnya.

 

Temuan ini juga diperkuat oleh hasil survei yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa dari beberapa kampus di Surabaya dan sekitarnya. Salah satunya, 2 mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya bernama  Aldamar Maulana dan Aristoteles Ahmad yang membahas “Persepsi Masyarakat Tentang Kali Surabaya”, dengan hasil yang cukup memprihatinkan sebanyak 76 % tidak mengetahui bahwa bahan baku PDAM di Surabaya berasal dari Kali Surabaya, dimana mereka juga melupakan bahwa dulunya Kali Surabaya memiliki 60 jenis ikan, dan sekarang hanya tersisa 20 jenis ikan akibat dari pencemaran dan ketidak pedulian “Makhluk Tuhan” terhadap sungainya. (Rizki Setyo Nugroho/Rafel Andriyanto)