16

Feb

Panggung Kehidupan dalam Ilmu Komunikasi

‘Aku adalah kekasihmu’, ‘Aku adalah temanmu’, ‘Aku adalah musuhmu’, ‘Aku adalah Orangtuamu’. Cukup dramatis dan mengejutkan ketika pertama kali kita mengetahui bahwa pernyataan tersebut berasal dari satu orang yang sama. Bagaimana bisa dan mungkin? Seorang kekasih menjadi sekaligus teman sekaligus musuh dan bahkan sekaligus orang tua? Sebuah pernyataan ambigu yang memancing pertanyaan kontradiktif dalam benak kita. Namun tidak akan sama halnya ketika kita menelusuri pernyataan demi pertanyaan melalui sebuah teori panggung kehidupan milik Erving Goffman.

“All the world’s a stage, and all the men and women merely players; they have their exits and their entrances; and one man in his time plays many parts,..” (William Shakespeare, 1623). Sebuah kutipan dalam karya seorang sastrawan legenda Britania Raya yang menginspirasi Erving Goffman dalam mencetuskan teori Dramaturgi hingga diterbitkan pada tahun 1959. Teori Goffman membuka realitas sosial dalam kehidupan kita mengenai bagaimana proses interaksi dan komunikasi yang kita lakukan sehari-hari tak ubah layaknya sebuah panggung pertunjukkan drama. Manusia sebagai seorang aktor yang memainkan banyak peran dalam satu waktu. Seorang aktor memainkan peran, seorang aktor mengkomunikasikan pesan, seorang manusia dalam kehidupan nyata menjalani kehidupan. Manusia sebagai aktor memperdalam keleluasaannya melalui permainan peran. Manusia berkomunikasi dan menyampaikan pesan selaras dengan peran yang sedang dimainkan. Dalam satu pribadi yang sama, manusia memiliki banyak sisi yang bisa jadi saling berlainan dengan semua peran yang dimainkan.

Maka kembali menjelajah pernyataan awal diatas, ketika satu pribadi menjadi banyak peran identitas dengan satu kesatuan. Ketika satu sosok menjadi seorang kekasih, menjadi seorang teman, musuh, atau bahkan orangtua. Tak perlu rumit mempertanyakan. Pada nyatanya memang kita terikat dengan semua peran dalam satu waktu. Kita akan berperan sebagai seorang teman ketika beradu peran dengan teman kita, kita akan menjadi seorang kakak ketika kita berhadapan dengan saudara kita, begitu pula seterusnya. Kita masing-masing turut pula memainkan peran-peran dalam panggung kehidupan, menjelma dan beradu akting, menyesuaikan, terus dan menerus.

Singkatnya dengan melihat perspektif Dramaturgi dari Erving Goffman, sudah selayaknya bagi kita mampu menyadari keberadaan masing-masing peran dan mampu mengkomunikasikan setiap pesan dengan gaya interaksi memukau layaknya seorang aktor yang beradu dalam panggung pertunjukkan.

(Dziyaaul Hubbi Arsyad)