24

Jun

Event Batik of Youth Ungkap Bakat Terpendam dan Kumpas Tuntas Inspirasi

Surabaya, 14 Juni 2025 Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya mengadakan kompetisi melukis yang di selenggarakan di Gedung Merah Putih, Alun – alun Kota Surabaya. Kegiatan ini hadir sebagai wadah inovatif bagi generasi muda untuk mengekspresikan kreativitas sekaligus melestarikan warisan budaya batik yang semakin tergerus zaman. Dengan penekanan pada ikon Surabaya dan tema “Surabaya dalam Kuratan Batik”, acara ini menawarkan pengalaman unik yang membedakan dari kompetisi serupa.

Berbeda dari lomba melukis pada umumnya, “Batik of Youth” tidak hanya menilai keindahan lukisan, tetapi juga seberapa kuat unsur ikonik Surabaya terintregasi dalam karya seni batik peserta. “ini membedakan kami”, ujar Bima Satya Pangestu sebagai Ketua Pelaksana, “kami ingin melihat bagaimana generasi muda memadukan identitas kota dengan keindahan batik”.

Kompetisi ini menargetkan peserta berusia 16 sampai 20 tahun, mencangkup siswa SMP kelas 3 hingga mahasiswa universitas. Jangkauan usia yang luas ini membuka kesempatan bagi beragam talenta untuk bersinar. Untuk memastikan kulitas penjurian, “Batik of Youth” berkolaborasi dengan Kampung Batik Okra, sebuah lembaga lokal yang memiliki keahlian dalam sebuah seni batik. “kami berkolaborasi dengan kampung, kampung batik okra, itu kampung lokal Surabaya” ujar Bima.

Pemilihan batik sebagai fokus utama acara bukan tanpa alasan. Penyelenggara menyadari adanya penurunan minat remaja  terhadap batik, terutama di era GenZ yang cenderung mengadopsi gaya kebarat baratan. “ meskipun budaya batik di Indonesia sebenarnya memiliki makna dan kesan yang sangat besar, kalau menurut kami sendiri itu masih minim peminatnya” jelas Bima. “apalagi di zaman GenZ ini, mereka lebih menggunakan style – style yang kekinian, kebarat – baratan” melalui “Batik of Youth”, diharapkan minat dan apresiasi generasi muda terhadap batik dapat kembali meningkat, menjadikan warisan yang relevan dan membanggakan.

 Dalam kompetisi ini,ada empat aspek penilaian utama warna, corak, detailing, dan makna. “kami juga memberikan poin 20% untuk narasi yang ada di belakang kanvas” jelas Bima, menambahkan bahwa setiap karya harus memiliki cerita atau makna tersendiri yang mendukung visual.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi panita adalah menarik minat audiens atau pendaftar. Namun, berkat upaya gigih panitia yang mulai masuk ke sekolah – sekolah tiga minggu sebelum acara, akhirnya banyak peserta yang mendaftar. Meskipun target awal sekitar 20 – 25 peserta, panitia bersyukur dengan antusisme yang ada, membuktikan bahwa dengan strategi yang tepat, minat terhadap batik bisa tarik kembali.

Melalui “Batik of Youth”, penyelenggara ingin menyampaikan pesan untuk generasi muda “jangan melupakan budaya lokal, jangan terlalu kebarat baratan” tegas Bima. “setidaknya jangan melupakan sejarah batik ini juga budayanya Indonesia, Indonesia besar karena batiknya”. Sebagai kesan, berharap bahwa setelah acara “ Batik of Youth” ini, para remaja dan generasi selanjutnya akan semakin menyadari dan mencintai kekayaan batik sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa. (Frederica Linda Setyawati)