Jl. Semolowaru no. 45 Surabaya
Jl. Semolowaru no. 45 Surabaya
Jun
Surabaya, 14 Juni 2025 Program Studi (Prodi) Ilmu
Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya mengadakan kompetisi
melukis yang di selenggarakan di Gedung Merah Putih, Alun – alun Kota Surabaya.
Kegiatan ini hadir sebagai wadah inovatif bagi generasi muda untuk
mengekspresikan kreativitas sekaligus melestarikan warisan budaya batik yang
semakin tergerus zaman. Dengan penekanan pada ikon Surabaya dan tema “Surabaya
dalam Kuratan Batik”, acara ini menawarkan pengalaman unik yang membedakan dari
kompetisi serupa.
Berbeda dari lomba melukis pada umumnya, “Batik of
Youth” tidak hanya menilai keindahan lukisan, tetapi juga seberapa kuat unsur
ikonik Surabaya terintregasi dalam karya seni batik peserta. “ini membedakan
kami”, ujar Bima Satya Pangestu sebagai Ketua Pelaksana, “kami ingin melihat
bagaimana generasi muda memadukan identitas kota dengan keindahan batik”.
Kompetisi ini menargetkan peserta berusia 16 sampai 20
tahun, mencangkup siswa SMP kelas 3 hingga mahasiswa universitas. Jangkauan
usia yang luas ini membuka kesempatan bagi beragam talenta untuk bersinar.
Untuk memastikan kulitas penjurian, “Batik of Youth” berkolaborasi dengan
Kampung Batik Okra, sebuah lembaga lokal yang memiliki keahlian dalam sebuah
seni batik. “kami berkolaborasi dengan kampung, kampung batik okra, itu kampung
lokal Surabaya” ujar Bima.
Pemilihan batik sebagai fokus utama acara bukan tanpa
alasan. Penyelenggara menyadari adanya penurunan minat remaja terhadap batik, terutama di era GenZ yang
cenderung mengadopsi gaya kebarat baratan. “ meskipun budaya batik di Indonesia
sebenarnya memiliki makna dan kesan yang sangat besar, kalau menurut kami
sendiri itu masih minim peminatnya” jelas Bima. “apalagi di zaman GenZ ini,
mereka lebih menggunakan style – style
yang kekinian, kebarat – baratan” melalui “Batik of Youth”, diharapkan minat
dan apresiasi generasi muda terhadap batik dapat kembali meningkat, menjadikan
warisan yang relevan dan membanggakan.
Dalam kompetisi
ini,ada empat aspek penilaian utama warna, corak, detailing, dan makna. “kami
juga memberikan poin 20% untuk narasi yang ada di belakang kanvas” jelas Bima,
menambahkan bahwa setiap karya harus memiliki cerita atau makna tersendiri yang
mendukung visual.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi panita
adalah menarik minat audiens atau pendaftar. Namun, berkat upaya gigih panitia
yang mulai masuk ke sekolah – sekolah tiga minggu sebelum acara, akhirnya
banyak peserta yang mendaftar. Meskipun target awal sekitar 20 – 25 peserta,
panitia bersyukur dengan antusisme yang ada, membuktikan bahwa dengan strategi
yang tepat, minat terhadap batik bisa tarik kembali.
Melalui “Batik of Youth”,
penyelenggara ingin menyampaikan pesan untuk generasi muda “jangan melupakan
budaya lokal, jangan terlalu kebarat baratan” tegas Bima. “setidaknya jangan
melupakan sejarah batik ini juga budayanya Indonesia, Indonesia besar karena
batiknya”. Sebagai kesan, berharap bahwa setelah acara “ Batik of Youth” ini,
para remaja dan generasi selanjutnya akan semakin menyadari dan mencintai
kekayaan batik sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa. (Frederica Linda Setyawati)