01

Des

Dari Gagasan hingga Penerbitan: Panduan Menulis bagi Mahasiswa Komunikasi

Menulis bukan sekadar menuangkan kata, melainkan upaya menyampaikan gagasan yang bermakna. Dalam kegiatan literasi yang diikuti mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Surabaya, Bu Wina Bojonegoro menjelaskan bahwa menjadi penulis memerlukan perpaduan antara ketekunan, strategi, dan keberanian. Ia menegaskan, “Tulisan baik adalah tulisan yang selesai,” sebagai pengingat bahwa produktivitas lahir dari proses, bukan sekadar niat.

 

Dalam pemaparannya, Bu Wina memulai dengan membahas teknik mengembangkan gagasan. Menurutnya, ide adalah fondasi dari semua karya tulis. Ia mengenalkan empat metode utama, yaitu mind mapping, free writing, brainstorming kelompok, dan riset awal. Keempatnya menjadi cara efektif untuk melahirkan ide segar sekaligus memperluas wawasan penulis. Dengan memvisualisasikan pikiran melalui peta konsep dan menulis bebas tanpa sensor, penulis dapat menemukan tema yang lebih mendalam sebelum masuk ke tahap penulisan.

 

Lebih lanjut, ia menguraikan proses kreatif menulis dalam empat tahapan: pra-penulisan, penulisan draft pertama, revisi, dan penyuntingan akhir. Pada tahap pra-penulisan, penulis perlu melakukan riset dan menyusun kerangka logis. Saat menulis draft pertama, fokus utama bukan pada kesempurnaan, melainkan kelancaran ide. Tahap revisi kemudian menjadi ruang untuk memperbaiki struktur dan logika, sementara penyuntingan akhir berfungsi memastikan konsistensi bahasa dan ejaan. Untuk menjaga ritme produktivitas, Bu Wina juga menyarankan agar penulis membuat jadwal menulis, menentukan target mingguan, dan bergabung dengan komunitas literasi.

 

Tidak berhenti di situ, ia menyoroti pentingnya menentukan jalur karier menulis. Dunia kepenulisan terbuka lebar bagi siapa pun yang siap berproses. Beberapa jalur yang ia sebutkan antara lain penulis fiksi, penulis nonfiksi, jurnalis, copywriter, penulis konten digital, dan penulis akademik. Setiap profesi menulis memiliki gaya, struktur, dan tujuan berbeda, mulai dari novel dan cerpen hingga artikel SEO dan karya ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis dapat diadaptasi untuk berbagai bidang, termasuk komunikasi, pemasaran, dan pendidikan.

 

Dalam sesi berikutnya, Bu Wina memperkenalkan dunia penerbitan. Ia membedakan tiga jalur utama, yaitu penerbit mayor, penerbit indie, dan self-publishing. Penerbit mayor memiliki proses seleksi ketat namun jangkauan distribusi yang luas, sedangkan penerbit indie lebih fleksibel dengan sistem bagi hasil yang disesuaikan. Adapun self-publishing memberikan kendali penuh kepada penulis, mulai dari pengeditan hingga promosi. “Setiap pilihan punya tantangan, tapi yang terpenting adalah keberanian untuk mulai mengirimkan karya,” ujarnya.

 

Tahap akhir yang tak kalah penting adalah mempromosikan karya dan membangun personal branding. Bu Wina menekankan bahwa media sosial kini menjadi ruang strategis bagi penulis untuk memperkenalkan diri. Melalui platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube, penulis bisa berinteraksi langsung dengan pembaca, membangun citra autentik, serta memperluas jangkauan audiens. Selain itu, kegiatan seperti book launching, bedah buku, dan kolaborasi komunitas literasi turut berperan dalam meningkatkan visibilitas karya.

 

Materi yang disampaikan Bu Wina menjadi panduan komprehensif bagi mahasiswa komunikasi yang ingin menapaki dunia kepenulisan secara profesional. Dengan memahami teknik, proses, dan strategi publikasi, mahasiswa dapat menyalurkan ide menjadi karya nyata yang berdampak. Seperti yang disampaikan Bu Wina, menulis adalah perjalanan panjang yang dimulai dari satu langkah sederhana dengan keberanian untuk menyelesaikan tulisan pertama. (Moch Dzikry Nur Alam)