04

Jun

Kisah Mahasiswa yang Angkat Isu Konflik Manusia dan Satwa hingga Raih Bronze Medal di Faperta Fair 7

Tiga mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, yakni Moch Dzikry Nur Alam, Suci Septiani, dan Syahrial Fathur, berhasil meraih Bronze Medal dalam ajang Faperta Fair 7 yang diselenggarakan oleh Universitas Dhyana Pura dan Sentosa Foundation di Bali pada 10–11 Mei 2025. Dalam kompetisi bertema Futuristic and Prestige Research Technology and Art tersebut, mereka mengangkat isu lingkungan melalui sebuah poster ilmiah berjudul “Buddan dalam Krisis.”

Karya mereka berangkat dari kenyataan yang terjadi di Desa Buddan, Bangkalan, Madura. Di desa itu, terjadi konflik antara manusia dan satwa liar, terutama monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Saat musim kemarau datang dan sumber makanan alami berkurang, kawanan monyet ini masuk ke kebun warga untuk mencari buah, terutama rambutan. Akibatnya, warga mengalami kerugian yang tidak sedikit, bahkan bisa mencapai jutaan rupiah setiap musim panen. Fenomena ini menjadi bukti bahwa hubungan antara manusia dan alam di desa tersebut tidak lagi seimbang.

Demi memahami permasalahan secara utuh, ketiganya melakukan observasi langsung ke lokasi. Mereka menyeberang ke Pulau Madura, menyamar seperti warga lokal, dan berbincang langsung dengan masyarakat, pemilik tambang, serta korban dari konflik tersebut. Perjalanan ini mereka lakukan dengan kehati-hatian, karena wilayah yang mereka kunjungi sempat ditandai sebagai daerah rawan kriminal di aplikasi peta digital. Namun, semua risiko itu mereka hadapi demi memperoleh data yang akurat.

Lewat poster yang mereka buat, tim ini menjelaskan bahwa konflik antara manusia dan monyet di Desa Buddan bukan semata karena agresivitas satwa, melainkan akibat rusaknya habitat alami mereka. Pertambangan, pembangunan rumah, warung, hingga kafe di sekitar hutan menjadi penyebab utama berkurangnya ruang hidup satwa liar. Ketika manusia mengambil alih ruang tersebut, satwa pun beradaptasi dengan masuk ke wilayah pemukiman. Mereka tidak jahat, hanya bertahan hidup.

Pesan utama yang ingin disampaikan melalui karya ini adalah pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem. Kesadaran sederhana seperti tidak membuang sampah sembarangan di hutan dapat memberi dampak besar. Salah satu temuan mereka adalah banyaknya warga yang membuang sisa makanan di hutan, yang akhirnya mengajarkan monyet-monyet untuk mengasosiasikan manusia dengan sumber makanan. Dari situ, konflik pun tak terhindarkan.

Meski dibuat untuk kepentingan lomba, ketiganya mengaku ingin mengembangkan karya ini lebih jauh. Mereka berharap bisa melanjutkan penelitian, mungkin dengan pendekatan teknologi atau kampanye digital di masa depan. Dalam proses pembuatan poster, pembagian tugas berjalan lancar. Dzikry sebagai konseptor, Suci mengelola dokumentasi dan data, sementara Syahrial menjadi jembatan komunikasi dengan masyarakat selama observasi.

Bagi mereka, pencapaian ini bukan sekedar prestasi akademik, tapi wujud nyata dari prinsip untuk menjadi mahasiswa yang bermanfaat. Syahrial mengungkapkan bahwa ia ingin segala yang ia lakukan bisa berdampak baik bagi orang lain. Ia percaya bahwa setiap langkah kecil, seperti menyuarakan isu lingkungan lewat sebuah poster, bisa menjadi pemicu perubahan yang lebih besar. Mereka juga sepakat bahwa keberhasilan orang lain tidak seharusnya dijadikan perbandingan, melainkan motivasi.

Melalui karya “Buddan dalam Krisis”, ketiganya mengajak kita semua untuk lebih peka terhadap suara alam. Karena pada akhirnya, lingkungan bukan hanya tempat tinggal makhluk hidup, tetapi juga cermin dari cara kita memperlakukan dunia. (Nur Syakbana)