Jl. Semolowaru no. 45 Surabaya
Jl. Semolowaru no. 45 Surabaya
Nov
Kehidupan mahasiswa sering
digambarkan sebagai masa keemasan penuh kebebasan, eksplorasi, dan pengembangan
diri. Namun, di balik citra ideal ini, terdapat realitas yang kian
mengkhawatirkan: tekanan psikologis
yang mendera banyak pelajar perguruan tinggi. Fenomena stres, kecemasan (ansietas),
dan depresi kini menjadi isu krusial
yang perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak, dari individu mahasiswa,
institusi kampus, hingga keluarga.
Stres, kecemasan, dan
depresi bukanlah sekadar rasa "lelah" atau "sedih" biasa.
Ketiganya adalah rangkaian kondisi psikologis yang dapat saling terkait dan
jika diabaikan dapat mengancam kesejahteraan mental, bahkan masa depan akademik
mahasiswa.
Dunia perkuliahan penuh dengan pemicu stres
yang beragam. Stres akademik adalah sumber utama.
Beban tugas yang menumpuk, tuntutan IPK tinggi, ujian yang ketat, persaingan,
hingga ketidakmampuan untuk memenuhi standar yang ditetapkan baik oleh diri
sendiri maupun lingkungan menjadi makanan sehari-hari yang memicu tekanan (Singh,
2014; Mestizo & Putri, 2023).
Selain itu, mahasiswa juga
menghadapi tantangan adaptasi sosial
dan mandiri. Transisi dari
lingkungan sekolah ke kampus seringkali menuntut kemandirian finansial,
pengambilan keputusan, dan penyesuaian diri pada lingkungan baru yang minim
pengawasan. Tekanan ini, jika berkepanjangan dan tidak dikelola dengan baik,
dapat memicu kecemasan berlebihan
(ansietas), seperti ketakutan akan kegagalan atau kekhawatiran yang tak henti
(Atkinson, 1990 dalam Nasir & Abdul, 2011).
Lebih jauh, kecemasan dan
stres kronis dapat berujung pada kondisi yang lebih serius, yakni depresi. Gejala depresi pada mahasiswa
dapat berupa hilangnya motivasi, perasaan putus asa, kesulitan berkonsentrasi,
gangguan tidur, hingga penarikan diri dari lingkungan sosial. Penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres akademik
dengan kecenderungan depresi pada mahasiswa (Azizah, 2023).
Dampak dari tekanan
psikologis ini bersifat masif dan tidak hanya terbatas pada masalah emosional.
Secara akademik, stres dan kecemasan dapat menurunkan
fokus dan daya ingat, menghambat kemampuan belajar, dan pada akhirnya menurunkan prestasi akademik
(Emamanuei, Adom & Solomon, 2014 dalam jurnal UNS).
Di luar aspek akademik,
tekanan ini merusak kualitas hidup
secara keseluruhan. Secara psikologis, mahasiswa rentan mengalami frustrasi,
mudah marah, dan merasa tidak berdaya. Secara fisik, stres dapat bermanifestasi
dalam bentuk kelelahan kronis, sakit kepala, hingga gangguan pencernaan
(Bressert, 2016 dalam jurnal Mercubuana-Yogya). Dalam jangka panjang, kondisi
ini berpotensi mengganggu kesejahteraan
psikologis secara keseluruhan, yang ditandai dengan penurunan kebahagiaan
dan kepuasan hidup (Kudus et al., 2022 dalam jurnal PSEB).
Penting untuk disadari
bahwa kesehatan mental adalah elemen penting yang harus dipelihara, sama
pentingnya dengan kesehatan fisik (Fadhilah et al., 2024). Ada beberapa langkah yang harus dilakukan:
Kesimpulannya,
stres, kecemasan, dan depresi adalah tantangan psikologis yang nyata dan meluas
di kalangan mahasiswa. Mengabaikannya sama dengan membiarkan generasi penerus bangsa terperangkap
dalam jerat mental yang menghambat potensi. Diperlukan sinergi antara kesadaran
diri mahasiswa, dukungan lingkungan sosial, dan inisiatif proaktif dari kampus
untuk memastikan bahwa masa studi benar-benar menjadi masa pengembangan diri,
bukan masa penderitaan mental. -Naufal
Resa A
sumber yang digunakan:
https://journal.ugm.ac.id/jkkk/article/view/84827
https://ejournal.ukrida.ac.id/index.php/Meditek/article/view/2381
https://www.mdpi.com/2227-9032/13/16/1948